Minggu, 20 Desember 2020

Tugas Modul 1.4.a.5 - MEMBANGUN BUDAYA POSITIF DI SEKOLAH.

Hai salam jumpa. Kini saya paparkan Penugasan Modul 1.4.a.5 tentang MEMBANGUN BUDAYA POSITIF DI SEKOLAH, tersaji dalam sebuah poster, Demikian paparan saya terkait penugasan untuk Modul 1.4.a.5.

Tugas Modul 1.4.a.8 Elaborasi Pemahaman - MENERAPKAN BUDAYA POSITIF

Penugasan dalam Modul 1.4.a.8 Materi Elaborasi Pemahaman tentang MENERAPKAN BUDAYA POSITIF, saya sajikan dalam bentuk PowerPoint. Demikian papatran saya terkait modul 1.4.a.8. Terimakasih dan Salam Sehat untuk Semua. SEMOGA SEMUA HIDUP BERBAHAGIA.

Rabu, 09 Desember 2020

Modul 1.4.a.9 Rancangan Tindakan Aksi Nyata - BUDAYAKAN 5S DALAM KOMUNIKASI SEHARI-HARI

SALAM BAHAGIA UNTUK SEMUA. SEMOGA SEMUA HIDUP BERBAHAGIA. Berikut ini penulis paparkan Rancangan Tindakan Aksi Nyata, sebagai bentuk penugasan Modul 1.4.a.9 Program Pendidikan Guru Penggerak tentang BUDAYAKAN 5S DALAM KOMUNIKASI SEHARI-HARI. Selanjutnya tunggu paparannya lebih detail dalam Aksi Nyata terkait program serupa.

MODUL 1.4.a.9 - Koneksi Antar Materi - BUDAYA POSITIF

Hai Sahabat Blogger, bersama ini akan penulis paparkan Tindak Lanjut dari Penugasan di Modul 1.4.a.9 Program Pendidikan Guru Penggerak, Koneksi Antar Materi tentang BUDAYA POSITIF. BUDAYA POSITIF tidak bisa dipisahkan dari VISI SEKOLAH, karena BUDAYA POSITIF yang dikembangkan di sekolah akan membantu untuk mencapai VISI SEKOKAH IMPIAN. Berikut ini dipaparkan dalam format Mind Mapping. Jika BUDAYA POSITIF telah menjadi pembiasaan bagi seluruh warga sekolah, maka diyakini VISI SEKOLAH IMPIAN akan tercapat, dan tentunya seluruh warga sekolah merasa NYAMAN dan diliputi rasa CINTA KASIH di sekolah.

Senin, 07 Desember 2020

Tindakan Aksi Nyata - NILAI & PERAN GURU PENGGERAK

Dari setiap rancangan yang dibuat mesti diwujudnyatakan dalan Tindakan Aksi Nyata. Tindakan Aksi Nyata ini merupakan implementasi dari Modul 1.2. Demikianlah Tindakan Aksi Nyata dari Materi Nilai & Peran Guru Penggerak.

Sabtu, 05 Desember 2020

TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.1 PROGRAM PENDIDIKAN GURU PENGGERAK

Setelah merampungkan 1.1.a.9 berupa Rancangan Tindakan Aksi Nyata maka kini saatnya mengunggah Tindakan Aksi Nyata dari Modul 1.1 yang berkaitan dengan Materi FILOSOFI PEMBELAJARAN KI HAJAR DEWANTARA. Dari Tindakan Aksi Nyata yang dilakukan terlihat perubahan nyata dari proses pembelajaran sebelumnya

Kamis, 03 Desember 2020

SEKOLAH SEBAGAI INSTITUSI PEMBENTUK KARAKTER

Kita semua mengetahui dan meyakini bahwa satu-satunya institusi formal pembentuk karakter itu adalah sekolah. Namun pembentukan karakter anak dimulai dari keluarga, bahkan kepercayaan orang Bali bahwa "jika anak-anak kita di masa bayinya pernah menikmati makatan yang kita kunyahkan, Bahasa Balinya 'pakpak-an'maka diyakini anak tersebut pasti akan menurut sama orang tuanya. Itu kenyataan, saat ini jarang anak menikmati makanan yang dikunyahkan orang tuanya makanya terkadang sang anak berani berontak dengan orang tuanya.

Rabu, 02 Desember 2020

Tugas Modul 1.4.a.5 - PANDUAN GURU DAN SISWA DALAM MEMBANGUN BUDAYA POSITIF DI SEKOLAH

Sebagai senuah institusi sekolah semestinya membangun Budaya Positif di sekolah. Guru dan siswa secara bersama-sama membangun Budaya Positif di sekolah melalui kesepakatan-kesepakatan positif sehingga penerapan disiplin positif dalam setiap pelanggaran mampu mwningkatkan rasa tanggung-jawab dan perkembangan karakter anak. Ini adalah pemenuhan tugas Modul 1.4.a.5 - RUANG KOLABORASI tentang PERAN GURU DAN SISWA DALAM MEMBANGUN BUDAYA POSITIF DI SEKOLAH.

Senin, 09 November 2020

AKSI NYATA IMPLEMENTASI PEMIKIRAN KI HAJAR DEWANTARA Saya mengajar di SMP Negeri 1 Amlapura sejak tahun 2007. Sekolah tempat saya mengajar sudah berdiri sejak tahun 1956. Adapun jumlah guru yang mengajar di sekolah kami sebanyak 60 orang, termasuk didalamnya seorang kepala sekolah. Selama kurang lebih sebelas tahun saya mengajar di sekolah tersebut, saya melihat terdapat banyak masalah yang mendekap sekolah tempat saya mengajar. Diantara permasalahan tersebut diantaranya adalah : (1) Ketidakjelasan falsafah pendidikan yang dianut oleh lembaga, (2) Praktik pengajaran sebagian besar masih berorientasi pada guru, belum berorientasi pada peserta didik. (3) Dominasi orang-orang tertentu yang sangat mempengaruhi kebijakan sekolah padahal sejatinya tidak mampu dan tidak memahami falsafah pendidikan Indonesia, (4) Belum mempraktikkan Sekolah Ramah Anak, (5) Sekolah lebih disibukkan oleh hal-hal yang bersifat administratif ( pembuatan SPJ BOS & hal-hal lain yang menyangkut keuangan) sementara hal yang utama yakni proses pembelajaran, tidak terkelola dengan baik, (6) Guru-guru sudah berada di zona nyamannya masing-masing, sehingga miskin inovasi, sulit melakukan perubahan. (7) Penyelenggaraan pendidikan masih tercerabut dari akar kebudayaan lokal sehingga peserta didik banyak yang tidak memahami kearifan lokal budaya setempat. Dari beberapa uraian masalah tersebut, saya mencoba untuk memfokuskan pada tiga permasalahan saja yakni mengenai ketidakjelasan landasan falsafah pendidikan di sekolah tempat saya mengajar, masalah pengajaran yang masih berorientasi pada guru, dan problem penyelenggaraan pendidikan di sekolah yang belum merangkul & melibatkan nilai-nilai budaya lokal dalam praktik pengajaran. Sebagai alternatif penyelesaian tiga permasalahan tersebut saya mencoba melakukan langkah-langkah sebagai berikut : (1) Mendiseminasikan pemikiran pendidikan Ki Hajar Dewantara kepada rekan-rekan guru dan kepala sekolah di sekolah tempat saya mengajar melalui artikel, infografis, dan video yang saya sebar via WA Grup sekolah. (2) Melakukan komunikasi positif dan mewacanakan falsafah pendidikan Ki Hajar Dewantara terhadap rekan-rekan guru dan pimpinan sekolah. (3) Mempraktikkan pembelajaran yang berorientasi pada peserta didik mulai dari diri sendiri untuk kemudian sharing dan melakukan refleksi serta meminta saran kepada rekan sejawat di sekolah. (4) Mengajak rekan sejawat terdekat untuk belajar melakukan pembelajaran yang berorientasi pada peserta didik sehingga menjadi gerakan kultural (5) Mengusulkan kepada pimpinan sekolah untuk membuat kebijakan di level mikro yang mendukung pembelajaran berpusat pada peserta didik sehingga secara struktural menguatkan kultur guru-guru yang berupaya melakukan langkah-langkah perubahan dalam pembelajaran. (6) Menggali potensi budaya setempat yang bisa dijadikan sebagai media/alat/model pembelajaran di kelas. Dari beberapa deskripsi aksi nyata tersebut, berdasarkan praktik di lingkungan sekolah masih terdapat resistensi yang akut terutama dari sebagian guru-guru senior yang sudah merasa nyaman dengan zonanya masing-masing terutama guru-guru dari generasi baby boomers & generasi-X. Namun, terdapat respon positif dari guru-guru yang mau melakukan perubahan meskipun jumlahnya tidak banyak (terutama guru-guru generasi milenial) sehingga implementasi dari aksi nyata tersebut dapat dilaksanakan meskipun belum massif. Merefleksi hasil dari aksi nyata yang dilakukan, dapat diuraikan bahwa upaya aksi nyata lebih mudah dilakukan melalui upaya kerja sama dengan rekan sejawat yang memiliki kedekatan (usia atau minat melakukan perubahan); faktor dukungan pimpinan sekolah seperti Kepala sekolah dan Wakasek berpengaruh terhadap keberhasilan maupun kegagalan aksi nyata yang dilakukan; kultur negatif lembaga berpeluang menggagalkan rencana aksi nyata yang dilakukan. Untuk itu, sebagai bahan rekomendasi dan perbaikan untuk pelaksanaan aksi nyata di masa mendatang adalah sebaiknya pihak pimpinan sekolah senantiasa menguatkan wacana pemikiran Ki Hajar Dewantara di kalangan guru-guru setiap awal semester sehingga memudahkan guru penggerak untuk mengajak dan menggiatkan rekan sejawat lainnya untuk bersama-sama melakukan aksi nyata, karena untuk melakukan perubahan mustahil bisa dilakukan seorang diri. Karangasem, 29 Oktober 2020