Minggu, 29 November 2020
Senin, 09 November 2020
AKSI NYATA IMPLEMENTASI PEMIKIRAN KI HAJAR DEWANTARA
Saya mengajar di SMP Negeri 1 Amlapura sejak tahun 2007. Sekolah tempat saya mengajar sudah berdiri sejak tahun 1956. Adapun jumlah guru yang mengajar di sekolah kami sebanyak 60 orang, termasuk didalamnya seorang kepala sekolah.
Selama kurang lebih sebelas tahun saya mengajar di sekolah tersebut, saya melihat terdapat banyak masalah yang mendekap sekolah tempat saya mengajar. Diantara permasalahan tersebut diantaranya adalah :
(1) Ketidakjelasan falsafah pendidikan yang dianut oleh lembaga,
(2) Praktik pengajaran sebagian besar masih berorientasi pada guru, belum berorientasi pada peserta didik.
(3) Dominasi orang-orang tertentu yang sangat mempengaruhi kebijakan sekolah padahal sejatinya tidak mampu dan tidak memahami falsafah pendidikan Indonesia,
(4) Belum mempraktikkan Sekolah Ramah Anak,
(5) Sekolah lebih disibukkan oleh hal-hal yang bersifat administratif ( pembuatan SPJ BOS & hal-hal lain yang menyangkut keuangan) sementara hal yang utama yakni proses pembelajaran, tidak terkelola dengan baik,
(6) Guru-guru sudah berada di zona nyamannya masing-masing, sehingga miskin inovasi, sulit melakukan perubahan.
(7) Penyelenggaraan pendidikan masih tercerabut dari akar kebudayaan lokal sehingga peserta didik banyak yang tidak memahami kearifan lokal budaya setempat.
Dari beberapa uraian masalah tersebut, saya mencoba untuk memfokuskan pada tiga permasalahan saja yakni mengenai ketidakjelasan landasan falsafah pendidikan di sekolah tempat saya mengajar, masalah pengajaran yang masih berorientasi pada guru, dan problem penyelenggaraan pendidikan di sekolah yang belum merangkul & melibatkan nilai-nilai budaya lokal dalam praktik pengajaran.
Sebagai alternatif penyelesaian tiga permasalahan tersebut saya mencoba melakukan langkah-langkah sebagai berikut :
(1) Mendiseminasikan pemikiran pendidikan Ki Hajar Dewantara kepada rekan-rekan guru dan kepala sekolah di sekolah tempat saya mengajar melalui artikel, infografis, dan video yang saya sebar via WA Grup sekolah.
(2) Melakukan komunikasi positif dan mewacanakan falsafah pendidikan Ki Hajar Dewantara terhadap rekan-rekan guru dan pimpinan sekolah.
(3) Mempraktikkan pembelajaran yang berorientasi pada peserta didik mulai dari diri sendiri untuk kemudian sharing dan melakukan refleksi serta meminta saran kepada rekan sejawat di sekolah.
(4) Mengajak rekan sejawat terdekat untuk belajar melakukan pembelajaran yang berorientasi pada peserta didik sehingga menjadi gerakan kultural
(5) Mengusulkan kepada pimpinan sekolah untuk membuat kebijakan di level mikro yang mendukung pembelajaran berpusat pada peserta didik sehingga secara struktural menguatkan kultur guru-guru yang berupaya melakukan langkah-langkah perubahan dalam pembelajaran. (6) Menggali potensi budaya setempat yang bisa dijadikan sebagai media/alat/model pembelajaran di kelas.
Dari beberapa deskripsi aksi nyata tersebut, berdasarkan praktik di lingkungan sekolah masih terdapat resistensi yang akut terutama dari sebagian guru-guru senior yang sudah merasa nyaman dengan zonanya masing-masing terutama guru-guru dari generasi baby boomers & generasi-X. Namun, terdapat respon positif dari guru-guru yang mau melakukan perubahan meskipun jumlahnya tidak banyak (terutama guru-guru generasi milenial) sehingga implementasi dari aksi nyata tersebut dapat dilaksanakan meskipun belum massif.
Merefleksi hasil dari aksi nyata yang dilakukan, dapat diuraikan bahwa upaya aksi nyata lebih mudah dilakukan melalui upaya kerja sama dengan rekan sejawat yang memiliki kedekatan (usia atau minat melakukan perubahan); faktor dukungan pimpinan sekolah seperti Kepala sekolah dan Wakasek berpengaruh terhadap keberhasilan maupun kegagalan aksi nyata yang dilakukan; kultur negatif lembaga berpeluang menggagalkan rencana aksi nyata yang dilakukan.
Untuk itu, sebagai bahan rekomendasi dan perbaikan untuk pelaksanaan aksi nyata di masa mendatang adalah sebaiknya pihak pimpinan sekolah senantiasa menguatkan wacana pemikiran Ki Hajar Dewantara di kalangan guru-guru setiap awal semester sehingga memudahkan guru penggerak untuk mengajak dan menggiatkan rekan sejawat lainnya untuk bersama-sama melakukan aksi nyata, karena untuk melakukan perubahan mustahil bisa dilakukan seorang diri.
Karangasem, 29 Oktober 2020
Langganan:
Komentar (Atom)