Mitos soal makanan banyak
diyakini masyarakat Indonesia. Misalnya larangan makan di sudut meja hingga
depan pintu karena disebut bakal berdampak buruk. Kenapa ya?
Meski belum terbukti dan tidak
jelas asal-usulnya, tapi banyak mitos makan yang sudah dipercaya sejak dulu
oleh orang Indonesia. Mitos-mitos ini muncul dan dipercayai banyak orang,
terutama orang-orang tua yang hidup di jaman dulu.
Salah satunya adalah larangan
makan di depan pintu yang dipercaya dapat membuat orang tersebut sult
mendapatkan jodoh saat dewasa. Tak ketinggalan mitos makan di sudut meja yang
bisa membuat hubungan dengan mertua memburuk.
1.Makan di depan Pintu
Menurut kepercayaan yang ada,makan di depan pintu juga cukup terkenal dan familiar
hingga sekarang.
Sering disebut sebagai 'pamali',
makan di depan pintu ini dipercaya dapat membuat orang jadi sulit mendapatkan jodoh
atau pasangan di masa depan.
Meski tidak tahu dari mana
hubungannya, tapi mitos makan di depan pintu masih sering diucapkan banyak
orang tua sampai sekarang.
2.
Makan Pakai Mangkuk
Terdengar sepele namun ternyata makan dengan mangkuk
juga ada mitosnya. Sebenarnya tidak ada yang salah makan dengan mangkuk,
apalagi jika sedang menyantap makanan yang berkuah.
Tapi bagi sebagian orang-orang
jaman dulu, mangkuk itu tidak boleh digunakan untuk makan. Fungsi mangkuk hanya
digunakan untuk tempat menaruh sayur atau makanan berkuah lainnya.
Jika seseorang makan menggunakan
mangkuk, konon akan ada saudara yang pergi atau bahkan meninggal dunia. Duh
seram!
3.
Membuang Sisa Makanan
Setiap tahunnya ada ribuan ton sampah makanan yang
dibuang begitu saja di dunia. Sampah atau limbah makanan sudah menjadi masalah
yang serius karena jumlahnya terus bertambah setiap tahunnya.
Di Bali sendiri ada mitos yang melarang orang
membuang makanan sisa. Konon orang-orang yang membuang sisa makanan seperti
nasi bisa ayamnya mati kelaparan.
Kemudian kebiasaan ini bisa
membuat hubungan orang itu dengan keluarga jadi memburuk. Tentunya sisa makanan
yang masih bisa dimakan, lebih baik disimpan untuk dimakan nanti atau dibagikan
ke orang yang membutuhkan.
4. Makan di Sudut Meja
Orang-orang tua zaman dulu paling anti makan di sudut
meja karena ada mitos makan yang membahas tentang hal ini. Menurut mitos yang
ada, makan di sudut meja ini bisa membawa nasib sial. Hal ini terkait dengan
memburuknya hubungan antara orang tersebut dengan mertuanya.
Selain itu ada juga mitos makan
yang menyebutkan bahwa makan di sudut meja bisa membuat seseorang kesulitan
mendapatkan pekerjaan.
Nah terlepas dari betul atau
tidaknya mitos ini, makan di sudut meja memang tidak disarankan. Terutama jika
meja makan bentuk kotak, di mana setiap sudutnya cukup tajam dan sisinya
runcing sehingga bisa membuat posisi makan tidak nyaman. Piring dan gelas pun bakal
lebih mudah jatuh.
Hai, sahabat guru hebat dimanapun kelian berada.
Berjumpa kembali bersama saya I Gusti Putu Semadi Putra, S.Pd., CGP Kabupaten Karangasem, Provinsi Bali.
Dalamn postingan kali ini, penulis ini menyajikan suatu rancangan Aksi Nyata untuk Modul 3.2 Program Pendidikan Guru Penggerak Angkatan 1.
Untuk diketahui bagi setiap Calon Guru Penggerak, bahwasanya di setiap akhir Modul Program Pendidikan Guru Penggerak, Calon Guru Penggerak wajib menyusun suatu Tindakan Aksi Nyata, sebagi suatu bentuk implementasi pemahaman dari Modul-Modul yang dipelajari dalam Program Pendidikan Guru Penggerak, namun sebelum menyusun suatu Tindakan Aksi Nyata, mestinya menyusun suatu Rancangan Aksi Nyata, yang nantinya akan diimplementasikan pada saat melakukan Tindakan Aksi Nyata.
Saat ini penulis ingin berbagi suatu Rancangan Aksi Nyata dari Modul 3.2 dimana dalam hal ini penulis ingin mengangkat sebuah topik, "MELALUI LITERASI DIGITAL PESERTA DIDIK AKAN MEMILIKI KEMAMPUAN LUAR BIASA UNTUK BERPIKIR."
Besar harapan penulis, rekan-rekan pembaca berkenan memberikan kritik dan sarannya, demi penyempurnaan tulisan-tulisan berikutnya.
Terimalasih.
Ki
Hajar Dewantara mengajarkan tiga hal
penting posisi guru sebagai pendidik, dari depan maka guru adalah seorang
panutan yang akan diikuti oleh siswa, ditengah seorang guru harus dapat
membangun untuk siswa mengkontruksi pemahamannya, dan dari belakang tugas guru
adalah memberikan semangat dan dorongan untuk tumbuh kembang murid dalam
mencapai kebahagiaannya.
Hal
ini memberikan garis merah yang jelas tentang bagaimana sebaiknya guru
mengambil keputusan sebagai seorang pemimpin pendidikan agar bisa menjadi
panutan, sebab apapun yang dilakukan guru sedikit banyak akan menjadi contoh
bagi murid. Seorang guru harus dapat mengambil keputusan yang membangun
kekuatan murid dari dalam dalam kontek semangat belajar dan semangat meraih
kebahagiaan siswa, jangan sampai keputusan yang diambil melemahkan semanagt
tersebut. Dan seorang guru juga harus bisa mengambil keputusan yang mampu
memberikan dorongan agar murid melakukan sesuatu yang terarah untuk mencapai
kebhagiaan di masanya nanti.
Ketika
nilai-nilai ini sudah ada pada diri kita sebagai guru maka kehadiran kita bagi
murid akanlah sangat berarti, dan mungkin saja sangat diprlukan oleh
siswa. Nilai-nilai ini tentunya akan memberikan arah kepada kita
bagaimana mengambil keputusan yang bertanggung jawab dan bisa memberikan suatu
rasa keadilan bagi siswa. Kita tidak bisa menjudge siswa berdasarkan kekeliruan
yang mereka buat tetapi dengan pemahaman ini justru kita bisa mengarahkan siswa
pada hal-hal yang akan membawa mereka kepada keselamatan dan kebahagiaan saat ini
dan dimsa yang akan datang.
Posisi
guru juga berfungsi sebagai coach atau pembimbing diamana seorang pembimbing
akan mengarahkan murid menemukan jati diri bimbingannya, menemukan apa potensi
terbaik yang mereka milik, membantu murid menemukan jawaban atas kebingungannya
dalam mengambil langkah-langkah yang harus diambil tentunya berdasarkan potensi
yang ada pada murid itu sendiri. Guru memberikan berbagai pertimbangan apakah
langkah yang akan diambilnya itu efektif atau tidak, bisa membahayakan dirinya
atau tidak, atau justru masih ragu atas apa yang akan mereka putuskan.
Pada
kenyataanya banyak sekali kasus yang sebenarnya memerlukan pemikiran lebih
mendalam dengan hati dan bukan hanya menggunakan logika saja, terkadang kita
dihadapkan pada persoalan yang mengharuskan kita memilih diantara dua keputusan
yang sama-sama benar tetapi harus memutuskan salah satunya, atau harus
menemukan jalan lain yang tidak mengorbankan keduanya. Terkadang keputusan itu harus mengorbankan etika dan ego
demi kemanusiaan. Keputusan seperti ini menuntut kerelaan dan pengorbanan.
Sebuah
keputusan tepat sangat penting bagi kita agar tidak menjadikan penyesalan atau
malah berdampak buruk pada orang lain. Memang dalam hal ini konsekwensi harus
dibelajarkan pada murid akan tetapi ada sisi lain yang tidak kalah penting dari
hanya sebuah hubungan sebab akibat. Keputusan-keputusan yang dipertimbangkan
dari sisi kemanusiaan tentunya akan menciptakan lingkungan yang lebih kondusif
aman dan nyaman kepada semua pihak. Tanpa kita sadari keadilan sering
menciptakan masalah baru bagi yang dikorbankan. Disinilah perlunya rasa dan
sosial emosional kita digunakan, empati memberikan cermin bagi kita untuk
merasakan perasaan orang lain. Hal ini sangat penting sebagai kontrol untuk
pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran.
Keadaan
seperti ini sangat sering terjadi pada lingkungan tempat kita sehari-hari
bergeliat. Dan tentunya ada masalah lain yang membuat kita terkadang merasa
kesulitan dalam menerapkannya, terkadang kita akan terbentur dengan ego banyak
orang yang mungkin menginginkan hal berbeda dari yang kita putuskan. Terutama
bagi yang belum memahami lebih jauh tentang pentingnya mempertimbangkan
berbagai sisi dalam setiap persoalan. Banyak orang kadang terlalu
memikirkan persaan sehingga melupakan etika moral atau malah aturannya.
Disinlilah kita perlu benar-benar menguji apakah nantinya keputusan yang kita
ambil sudah tepat atau belum.
Setiap
keputusan tentang murid sebaiknya diputuskan dengan selalu mengedepankan murid
sebagai acuan pembenarannya, terkadang kita sebagai guru mempunyai
kepentingan lain misalnya kesan baik terhadap atasan, atau misalnya kepentingan
nama baik lembaga. Tetapi jika keputusan itu ternyata mengorbankan kemerdekaan
murid hal ini justru akan bertentangan dari apa yang kita pelajari
tentang konsep merdeka belajar. Sekolah bukanlah tempat untuk menciptakan
kemasyuran, bukan tempat untuk berlomba-lomba, akan tetapi sekolah adalah
tempat untuk menempa karakter dan kepribadian siswa dan menempa ilmu pengetahuan
untuk bekal bagi anak-anak dalam mencapai masa depan dan kebahagiaan yang
setinggi-tingginya.
Setiap
guru adalah seorang pemimpin pembelajaran yang disadari atau tidak akan menjadi
panutan bagi murid dalam melangkah ke depan menuju kebahagiaan yang terjanjikan.
Sedari itu setiap guru hendaknya mampu mengambil keputusan yang bijaksana dan
berdampak baik pada murid kedepannya, setiap keputusan harus memikirkan dampak
jangka pendek dan jangka panjang.
Hikmah yang dapat kita
ambil dari pembelajaran yang kita lalui ini adalah bahwasannya setiap keputusan
yang kita ambil tentunya memiliki sisi baik-buruknya, baik terhadap diri kita,
atau lingkungan kita. Akan tetapi ada sisi lain yang paling penting dari setiap
apa yang akan kita putuskan sebagai pemimpin pembelajaran adalah bagaimana
keputusan itu mampu memberikan tauladan murid kita, membangun semangat murid
kedepannya dan memberi dorongan bagi murid dalam rangka mencapai kebahagiaan
yang setinggi-tingginya. “Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso ,Tut Wuri Handayani
Hai, sahabat guru penggerak di mana pun berada, kembali bersama saya I Gusti Putu Semadi Putra, S.Pd., CGP Kabupaten Karangasem, Provinsi Bali, ingin berbagi paparan terkait Modul 2.3, tentang Konsep Coaching dalam konteks Pendidikan.
Sebagai seorang guru tentunya Anda sering menjumpai banyak kasus terkait murid. Kasus-kasus tersebut seringkali menjadi penghambat kemajuan murid dalam mencapai tujuan pembelajaran. Oleh karena itu, respon cepat dari Anda sangat diperlukan. Dan untuk melakukan respon cepat itu, seorang guru harus melakukan coaching.
Untuk memberikan bayangan tentang konsep coaching, simaklah video berikut ini :
Dalam sesi ini, penulis akan sharing paparan umum terkait coaching yang mencakup :
1. Konsep Coaching dalam Konteks Pendidikan
2. Komunikasi Yang Memberdayakan
3. TIRTA Sebagai Model Coaching.
KONSEP COACHING DALAM KONTEKS PENDIDIKAN
Ki Hadjar Dewantara menekankan bahwa tujuan pendidikan itu ‘menuntun tumbuhnya atau hidupnya kekuatan kodrat anak sehingga dapat memperbaiki lakunya. oleh sebab itu peran seorang coach (pendidik) adalah menuntun segala kekuatan kodrat (potensi) agar mencapai keselamatan dan kebahagiaan sebagai manusia maupun anggota masyarakat. Dalam proses coaching, murid diberi kebebasan namun pendidik sebagai ‘pamong’ dalam memberi tuntunan dan arahan agar murid tidak kehilangan arah dan membahayakan dirinya. Seorang ‘pamong’ dapat memberikan ‘tuntunan’ melalui pertanyaan-pertanyaan reflektif agar kekuatan kodrat anak terpancar dari dirinya. Dalam konteks pendidikan Indonesia saat ini, coaching menjadi salah satu proses ‘menuntun’ kemerdekaan belajar murid dalam pembelajaran di sekolah.
Coaching menjadi proses yang sangat penting dilakukan di sekolah terutama dengan diluncurkannya program merdeka belajar oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia. Program ini dapat membuat murid menjadi lebih merdeka dalam belajar untuk mengeksplorasi diri guna mencapai tujuan pembelajaran dan memaksimalkan potensinya. Harapannya, proses coaching dapat menjadi salah satu langkah tepat bagi guru untuk membantu murid mencapai tujuannya yaitu kemerdekaan dalam belajar.
Masih terkait dengan kemerdekaan belajar, proses coaching merupakan proses untuk mengaktivasi kerja otak murid. Pertanyaan-pertanyaan reflektif dalam dapat membuat murid melakukan metakognisi. Selain itu, pertanyaan-pertanyaan dalam proses coaching juga membuat murid lebih berpikir secara kritis dan mendalam. Yang akhirnya, murid dapat menemukan potensi dan mengembangkannya. Murid kita di sekolah tentunya memiliki potensi yang berbeda-beda dan menunggu untuk dikembangkan. Pengembangan potensi inilah yang menjadi tugas seorang guru. Apakah pengembangan diri anak ini cepat, perlahan-lahan atau bahkan berhenti adalah tanggung jawab seorang guru. Pengembangan diri anak dapat dimaksimalkan dengan proses coaching.
Coaching, memiliki peran yang sangat penting karena dapat digunakan untuk menggali potensi murid sekaligus mengembangkannya dengan berbagai strategi yang disepakati bersama. JIka proses coaching berhasil dengan baik, masalah-masalah pembelajaran atau masalah eksternal yang mengganggu proses pembelajaran dan dapat menurunkan potensi murid akan dapat diatasi. Mengingat pentingnya proses coaching ini sebagai alat untuk memaksimalkan potensi murid, guru hendaknya memiliki keterampilan coaching. Keterampilan coaching ini sangat erat kaitannya dengan keterampilan berkomunikasi.
PENGERTIAN COACHING
Dari sejumlah referensi didapat beberapa pengertian mengenai coaching. Para ahli mendefinisikan coaching sebagai :
• sebuah proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis,
dimana coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran
diri, dan pertumbuhan pribadi dari coachee (Grant, 1999)
• kunci pembuka potensi seseorang untuk untuk memaksimalkan kinerjanya. Coaching lebih
kepada membantu seseorang untuk belajar daripada mengajarinya (Whitmore, 2003)
Selain definisi-definisi yang diungkapkan oleh para ahli yang telah disebutkan di atas, International Coach Federation (ICF) mendefinisikan coaching sebagai: “…bentuk kemitraan bersama klien (coachee) untuk memaksimalkan potensi pribadi dan profesional yang dimilikinya melalui proses yang menstimulasi dan mengeksplorasi pemikiran dan proses kreatif.” Dari definisi ini, Pramudianto (2020) menyampaikan tiga makna yaitu:
1. Kemitraan.
Hubungan coach dan coachee adalah hubungan kemitraan yang setara. Untuk membantu
coachee mencapai tujuannya, seorang coach mendukung secara maksimal tanpa
memperlihatkan otoritas yang lebih tinggi dari coachee.
2. Memberdayakan.
Proses inilah yang membedakan coaching dengan proses lainnya. Dalam hal ini, dengan sesi
coaching yang ditekankan pada bertanya reflektif dan mendalam, seorang coach menginspirasi
coachee untuk menemukan jawabanjawaban sendiri atas permasalahannya.
3. Optimalisasi.
Selain menemukan jawaban sendiri, seorang coach akan berupaya memastikan jawaban yang
didapat oleh coachee diterapkan dalam aksi nyata sehingga potensi coachee berkembang.
PERBEDAAN ANTARA COACHING, MENTORING DAN KONSELING DALAM KONTEKS PENDIDIKAN
DEFINISI MENTORING
Stone (2002) mendefinisikan mentoring sebagai suatu proses dimana seorang teman, guru,
pelindung, atau pembimbing yang bijak dan penolong menggunakan pengalamannya untuk
membantu seseorang dalam mengatasi kesulitan dan mencegah bahaya. Sedangkan Zachary
(2002) menjelaskan bahwa mentoring memindahkan pengetahuan tentang banyak hal,
memfasilitasi perkembangan, mendorong pilihan yang bijak dan membantu mentee untuk
membuat perubahan.
DEFINISI KONSELING
Gibson dan Mitchell (2003) menyatakan bahwa konseling adalah hubungan bantuan antara
konselor dan klien yang difokuskan pada pertumbuhan pribadi dan penyesuaian diri serta
pemecahan masalah dan pengambilan keputusan. Sementara itu, Rogers (1942) dalam
Hendrarno, dkk (2003:24), menyatakan bahwa konseling merupakan rangkaian-rangkaian
kontak atau hubungan secara langsung dengan individu yang tujuannya memberikan bantuan
dalam merubah sikap dan tingkah lakunya. dari coaching.
Jika Anda memperhatikan definisi-definisi mengenai mentoring dan konseling, kemudian membandingkannya dengan coaching, maka Anda dapat melihat perbedaan-perbedaan di antara ketiga metode pengembangan diri tersebut.
Untuk lebih mudahnya, mari kita lihat tabel perbedaan antara coaching, mentoring, dan konseling berikut ini :
Terkait perbedaan antara coaching, mentoring, dan konseling, dapat disimak dalam video berikut ini :
KOMUNIKASI YANG MEMBERDAYAKAN
Komunikasi adalah tentang diri kita, berawal dari dalam kita dan melalui kita. Komunikasi merepresentasikan keinginan diri kita untuk memiliki arti dan memberikan arti bagi kehidupan. Makna komunikasi menjadi lebih luas dan dalam ketika ada keinginan dari dalam diri manusia yang mendorong komunikasi mereka untuk menjadi lebih berdampak bagi kehidupan baik sang pemberi pesan ataupun penerima pesan, yakni komunikasi yang memberdayakan potensi setiap pihak sehingga dapat menghasilkan perubahan arti kehidupan. Komunikasi yang sedemikian dapat membentuk relasi, menciptakan kenyamanan, dan menghasilkan kreativitas serta kemerdekaan.
Unsur utama yang mendasari prinsip komunikasi yang memberdayakan, terbagi menjadi empat, diantaranya :
1) Hubungan saling mempercayai.
2) Menggunakan data yang benar.
3) Bertujuan menuntun para pihak untuk optimalisasi potensi.
4) Rencana tindak lanjut atau aksi.
Aspek berkomunikasi yang perlu kita pahami dan kita latih untuk mendukung praktik Coaching kita ada empat, yaitu :
A. Komunikasi asertif
B. Pendengar aktif
C. Bertanya efektif
D. Umpan balik positif
Untuk lebih jelasnya tentang Komunikasi asertif, mari kita simak video berikut ini :
Untuk lebih jelasnya tentang Bertanya efektif, mari kita simak video berikut ini :
TIRTA SEBAGAI MODEL COACHING.
Model TIRTA dikembangkan dengan semangat merdeka belajar yang menuntut guru untuk memiliki keterampilan pembinaan. Hal ini penting mengingat tujuan pembinaan yaitu untuk melejitkan potensi murid agar menjadi lebih merdeka. Melalui model TIRTA, guru diharapkan dapat melakukan praktik coaching di komunitas sekolah dengan mudah.
TIRTA kepanjangan dari
T: Tujuan
I : Identifikasi
R : Rencana aksi
TA : Tanggung jawab
Dari segi bahasa, TIRTA berarti air. Air mengalir dari hulu ke hilir. Jika kita ibaratkan murid kita adalah udara, maka biarlah ia merdeka, mengalir lepas hingga ke hilir potensinya. Anda, sebagai guru memiliki tugas untuk menjaga air itu tetap mengalir, tanpa sumbatan.
Untuk lebih memahami konsep coaching Model TIRTA, simaklah video berikut ini :
Demikianlah paparan penulis mengenai Modul 2.3. Mohon masukan, kritik dan sarannya, demi perbaikan di postingan berikutnya..
Setelah mengikuti pembelajaran di modul 2.2, kini penulis telah menyelesaian pegugasan di modul 2.2.a.9, tentang KONEKSI ANTAR MATERI,yaitu membuat kesimpual dari paparan materi Pembelajaran Sosial-Emosional. Penulis kemas penugasan ini dalam bentuk vlog.
Mari kita saksikan bersama :
Demikianlah kesimpulan materi Pembelajaran Sosial-Emosional, sebagai bentuk penugasan Modul 2.2.a.9 - KONEKSI ANTAR MATERI. Mohon kritik dan sarannya yang bersifat membangun, juga kalau boleh tolong click subscribe, hidupkan lonceng, like dan share.
Terimakasih.
Setelah menyelesaikan Modul 2.2.a.8 maka kini penulis harus menyelesaikan tugas Modul 2.2.a.9 tentang Koneksi Antar Materi, yaitu menyimpulkan materi Pembelajaran Sosial Emosional, sebelum nanti menyelesaikan tindakan AKSI NYATA dari Modul 2.2.
Mohon kritik dan sarannya yang bersifat membangun. Juga kalau boleh meinta subscribe, hidupkan lonceng, like dan share. Terimakasih
INTEGRASI PEMBELAJARAN SOSIAL-EMOSIONAL
DALAM RPP BERDIFERENSIASI
Penugasan Modul 2.2.a.7 - Demonstrasi Konstektual
Saya akan berbagi terkait Modul 2.2.a.7 - Demonstrasi Konstektual, terkait Pembelajaran Sosial-Emosial, dalam hal ini penulis akan berbagi tentang Integrasi Pembelajaran Sosial-Emosional dalam RPP Berdiferensiasi.
Tugas :
Menyusun teknik-teknik yang akan digunakan untuk mengembangkan kompetensi sosial-emosional berbasis kesadaran penuh pada mata pelajaran yang diampu.
Langkah-langkah kegiatan :
1. Tentukan kompetensi sosial - emosional berbasis kesadaran penuh yang akan
dikembangkan dalam mata pelajaran yang diampu
2. Tentukan tekhnik pembelajaran yang dapat mengembangkan kompetensi sosial-
emosional yang dipilih pada no 1 dan sesuai dengan tujuan pembelajaran mata
pelajaran yang diampu.
3. Tuliskan detil dari teknik pembelajaran yang dipilih sesuai dengan tabel
pemetaan dalam Ruang Kolaborasi. Sertakan lampiran/tautan yang diperlukan
(topik diskusi, artikel, skenario, kasus, dll.)
4. Siapkan perangkat untuk mendokumentasikan kinerja murid pada saat teknik
pembelajaran dilakukan. (Lembar refleksi diri, lembar observasi, daftar-
periksa, dll)
5. Masukkan teknik pembelajaran tersebut dalam RPP mata pelajaran yang Anda ampu
Kompetensi Sosial-Emosional : Kesadaran Diri
Tekhnik Pembelajaran : Kegiatan Role Play Komunikasi Aktif
Detail tekhnik Pembelajaran :
A. Penjelasan apa yang dilakukan guru :
1. Guru meminta murid untuk mencari seorang teman
2. Guru meminta murid untuk mengamati binatang peliharaan yang ada di rumahnya,
atau di rumah keluarga/kerabatnya.
3. Selanjutnya meminta murid memfoto binatang tersebut.
4. Lalu meminta murid mencatat ciri-ciri dari binatang tersebut.
5. Kemudian meminta murid untuk merangkaikan kata-kata tentang binatang tersebut
dalam bentuk paragraf berbahasa Inggris.
6. Lalu guru meminta salah satu murid untuk bercerita tentang binatang yang
diamati, sementara yang lain mendengarkan dengan seksama, dan jika ada yang
kuran jelas agar ditanyakan. Setelah itu murid yang satunya bercerita, yang
lainnya mendengarkan.
B. Penjelasan apa yang dikatakan kepada murid :
1. Anak-anak, coba amati binatang peliharaan, ingat binatang peliharaan yang ada
di rumah kalian, atau dirumah saudara/kerabat kalian.
2. Lalu dokumentasikan/foto binatang tersebut.
3. Selanjutnya dengan catatlah ciri-ciri bnatang tesebut.
4. Kemudian berbantuan kamus buatlah rangkaian kata yang menceritakan binatang
tersebut dalam bentuk peragram berbahasa Inggris.
5. Setelah selesai, ceritakan dengan teman kalian apa yang kalian tulis, sedangkan
teman yang lainnya simak dengan seksama paparan teman yang tadi, jika ada yang
kurang jelas, silakan tanyakan.
6. Lakukan ini secara bergiliran.
C. Penjelasan tentang tujuan.
Tujuan dari Kegiatan Role Play Komunikasi Aktif adalah untuk menumbuhkembangkan keberanian diri murid bercerita dengan penuh kesadaran diri.
Silakan cermati RPP-nya :
Nah, demikianlah paparan terkait penugasan dari Modul 2.2.a.7 terkait Demonstrasi Kontekstual, tentang Pembelajaran Sosial-Emosional.
Mohon kritik dan sarannya yang membangun.
Terimakasih.